Tugas Esai Ilmu Pendidikan Islam IPI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
TRANSFORMASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI MASA RASULULLAH SAW, MASA ABBASIYAH, DAN SEKARANG
Pendidikan Islam selalu menarik untuk dibicarakan. Ada banyak hal yang perlu dibahas, ada banyak kisah untuk diulas. Maka pendidikan Islam selalu hangat dalam obrolan dan aktual dalam pemberitaan. Tak jarang orang yang notabene non-muslim pun tertarik dengan pendidikan Islam, bahkan agama Islam.
Mengenai pendidikan Islam, J Pedersen dalam judul tulisannya, Madrasa in Encyclopaedia of Islam menyebutkan bahwa sejak kemenangan umat Islam pada Perang Badar, Nabi Muhammad Saw mengirimkan beberapa orang dari penduduk kota Makkah untuk mengajarkan keterampilan menulis kepada penduduk kota Madinah.
Nabi SAW juga mengirimkan guru pengajar Al-Quran dari kalangan Sahabat. Namun kegiatan belajar mengajar pada saat itu belum dilaksanakan dalam sebuah lembaga pendidikan yang terorganisir seperti sekarang ini.
Kegiatan belajar mengajar pada masa awal kekuasaan Islam dilakukan di masjid-masjid, dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil yang disebut "halaqah". Halaqah merupakan sistem belajar mengajar tanpa menggunakan kelas, bangku, meja, dan papan tulis. Unsur-unsurnya terdiri dari guru, murid, dan materi pelajaran. Sistem pembelajarannya tidak menggunakan sistem baca tulis, melainkan dengan hafalan. Tulisan hanya dipergunakan seperlunya dalam menulis ayat Al Quran, sedangkan hadis Nabi SAW, pada waktu itu, tidak diperkenankan ditulis.
Perkembangan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah cukup pesat karena bidang pendidikan mendapat perhatian yang sangat besar. Sekitar 30.000 mesjid di Baghdad difungsikan sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangan sistem pendidikan dibagi dua tahap. Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan abad ke-10 M). Perkembangannya terjadi secara alamiah, disebut sebagai sistem pendidikan khas Arabia. Kemudian pada tahap kedua (abad ke-11 M) kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah. Pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab. (Zuhairini, Moh. Kasiran, dkk., 1985).
Di samping itu, Al-Manshur, termasuk khalifah Abbasiyah yang ikut andil dalam membangkitkan pemikiran demi kemajuan pendidikan, dia mendatangkan begitu banyak ulama cendikia dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan ke Baghdad. Dia juga mengirimkan utusan untuk mencari buku-buku ilmiah dari negeri Romawi lalu mengalihkan ke bahasa Arab. Pada masa ini banyak bermunculan para ilmuan dan cendikiawan sehingga membuat ilmu pengetahuan semakin maju.
Selain minat masyarakat yang semakin meningkat untuk mempelajari ilmu pengetahuan juga semakin berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Seiring perkembangan ini maka diperlukan guru yang lebih banyak, sarana dan prasarana yang lebih lengkap, serta pengaturan administrasi yang lebih teratur. Untuk mengakomodir semua keperluan ini dibutuhkan suatu lembaga yang bersifat formal, yaitu: Madrasah. Madrasah muncul sebagai kelanjutan dari pengajaran dan pendidikan yang telah berlangsung di mesjid-mesjid dan tempat lainnya.
Metode pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada masa ini dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: (Samsul Nizar, 2008: 114). Pertama, Metode Lisan, berupa dikte (imla’), ceramah (al-sama), qiraat, dan diskusi. Kedua, Metode Menghafal, merupakan ciri-ciri umum pendidikan masa ini. Murid-murid harus membaca berulang-ulang pelajarannya sehingga mereka hafal. Hal ini pernah dinyatakan oleh Imam Hanafi bahwa seorang murid harus membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga, murid bisa mengkontekstualisasikan kembali pelajaran yang dihafalnya. Ketiga, Metode menulis, dianggap metode yang paling penting pada masa ini. Metode ini dapat disebut sebagai metode pengkopian karya-karya ulama. Metode ini juga, sebagai alat penggandaan buku-buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak dan fotocopy.
Sebagai kesimpulan, untuk menyebutkan pendidikan Islam sebagai suatu konsep, ternyata tidak ada istilah yang syamil dan baku.
Madrasah pada awalnya dapat dianggap sebagai hasil perkembangan dari institusi sebelumnya. Namun demikian, madrasah selanjutnya tidak selalu harus memiliki penekanan yang sama dengan institusi lainnya. Karena itu, madrasah tidak harus mematikan bibitnya, melainkan dapat tumbuh bersama-sama dan saling mlengkapi, dengan institusi pendidikan Islam yang lain.
Seperti sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan aspek kehidupan masyarakatnya. Diantara aspek yang dapat dikatan menonjol dalam mempengaruhi perkembangan madrasah itu sejak masa klasik ialah aspek politik dan pemikiran keagamaan. Karena itu, melihat sejarah madrasah bukanlah semata-mata sejarah kelembagaan pendidikan islam, tetapi juga sejarah politik dan pemikiran keagamaan. Dua faktor yang melatarbelakangi pertumbuhan madrasah di Indonesia secara konkrit adalah pengaruh pembaharuan pemikiran islam seperti jamaluddin al-Afghani dan Muhammad abduh.
Selanjutnya adalah desakan politik pendidikan Kolonial, kolonialisme dapat dikatakan ikut memberi sumbangan bagi pertumbuhan madrasah atau sekolah islam di Indonesia karena kebijakan mereka yang menawarkan pola pendidikan yang berbeda dengan sistem pendidikan tradisonal.
Perkembangan madrasah yang cukup pesat sejak akhir abad 19 dirasakan sangat berperan bagi terbentuknya kelompok terdidik muslim di Indonesia.kenyataan ini sampai akhir decade 1990-an telah ikut menentukan pola hubungan antara agama dan negara bersifat simbiotik. Keterlibatan umat islam terdidik, dalam tingkat yang cukup penting kedalam jabatan-jabatan politik menunjukan hal tersebut. (Madrasah karya Maksum).
-------------
0 comments:
Post a Comment