Blog arsip tugas kuliah dan berkas kerja duktik

tugasduktik.blogspot.com

Nov 28, 2022

Tugas IH, Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar

Tugas Kuliah Ilmu Hadits (IH)

UTS MATA KULIAH ULUMUL HADIS.

Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar


Tugas IH, Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar


Soal:


1. Coba deskripsikan pengertian dari Hadis, Sunnah, Khobar dan Atsar secara Bahasa dan istilah

2. Apa yang anda ketahui tentang perbedaan Hadis, Sunnah, Khibar dan Atsar ? coba deskripsikan Perbedaan perbedaan tersebut dan berikan contohnya masing masing….

3. Coba anda Deskripsikan yang dimaksud Hadis Soheh, Hadis Hasan dan Hadis Do’if dan berikan contohnya masing masing

4. Apa yang anda fahami tentang Hadis Riwayah dan Hadis Diroyah dan siapa ulama yang pertama kali menulisnya dan berikan contohnya masing – masing

5. Coba deskripsikan Perkembangan Hadis pada masa Rosululloh SAW, Masa Sohabat dan masa Tabi’in


Jawaban:


1.

Hadits secara etimologi Hadits memiliki arti Jadid yang berarti baru dan Qarib yang berarti dekat atau belum lama lagi terjadi. Hadits secara terminologi mencakup semua hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir (diam tanda setuju), atau sifat-sifat beliau.


Sunnah secara etimologi berarti ath-Thariq atau Sirah al-muttaba’ah (jalan yang diikuti). Sunnah secara terminologi adalah segala yang bersumber dari Rasulullah, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, maupun perjalanan hidup beliau, dari sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.


Khabar secara etimologi berarti warta atau berita atau kabar, jamaknya adalah al-Akhbaar, yaitu sesuatu diucapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Khabar secara terminologi adalah sesuatu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi Muhammad SAW atau selainnya.


Atsar secara etimologi berarti bekas atau sisa, atau sesuatu yang dinukilkan kepada seseorang. Misalnya do’a yang dinukil dari Nabi disebut Do’a al-Ma’tsur. Atsar secara terminologi mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadits.

Sisi perbedan antara Hadis, Sunnah, Khabar dan Atsar sebagai berikut:

Sunnah lebih luas daripada Hadits karena cakupannya meliputi hal-ihwal Nabi Muhammad saw sejak sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.


2.

Khabar yang dinisbatkan kepada Nabi disebut Hadits Marfu’. Sedangkan yang dinisbatkan kepada Sahabat disebut Hadits Mauquf’, dan yang dinisbatkan kepada Tabi’in disebut Hadits Maqthu'.

Atsar secara terminologi mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadits.


3.

Hadits Shahih:

ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة

Setiap hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya syadz dan ‘illah. Contohnya:

حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ “(رواه البخاري)

” Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

Tinjauan terhadap hadits ini adalah:

a. Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.

b. Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-Jarhu wa at-ta’dil sebagai berikut:

- Abdullah bin Yusuf : Tsiqat muttaqin

- Malik bin Annas : Imam hafidz

- Ibnu Syihab Aj-Juhri : Ahli fiqih dan Hafidz

- Muhammad bin Jubair :Tsiqat

- Jubair bin Muth’imi : Shahabat

c. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.


Hadits Hasan:

هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة

Hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi adil, namun kualitas hafalannya tidak seperti hadits shahih, tidak terdapat syadz dan ‘illah. Contohnya:

حدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ ….. الحديث “

“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang: "Rasulullah Saw bersabda, sesungguhnya pintu-pintu surga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).


Derajat hadits tersebut adalah hasan, karena semua perawi dalam hadits tersebut tsiqoh, kecuali Ja’far bin Sulaiman adh-Dhuba’i.


Hadits Dha'if:

وكل ما عن رتبة الحسن قصر  #  فهو الضعيف وهو اقسام كثر

Setiap hadits yang kualitasnya lebih rendah dari hadits hasan adalah dhaif dan hadits dhaif memiliki banyak ragam.

Contohnya:

مَاأَخْرَجَهُ التِّرْمِيْذِيْ مِنْ طَرِيْقِ “حَكِيْمِ الأَثْرَمِ”عَنْ أَبِي تَمِيْمَةِ الهُجَيْمِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص م قَالَ : ” مَنْ أَتَي حَائِضاً أَوْ اِمْرَأةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهُنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمِّدٍ “

""Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-Atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata: "Barang siapa yang menggauli wanita haid atau pada duburnya atau semacam ini maka sungguh ia telah mengingkari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”.


Imam Tirmidzi berkata bahwa setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini: “ Kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-Atsrami. Kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-Atsrami yang didhaifkan pula oleh para ulama hadits”.


4.

Hadits Riwayah, mempelajari tentang jalur periwayatan hadits, matan, pembukuan dari hulu ke hilir, dipelopori oleh Abu Bakar Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri.


Hadits Dirayah, mempelajari tentang jalur periw,ayat dari hulu ke hilir,, ketsiqahan, dan kesahihan hadits.

Orang yang pertama kali memperkenalkan dikotomi ilmu riwayah dan ilmu dirayah dalam ilmu hadis adalah al-Ramahurmuzi (265-360 H). Contohnya:

عن المغيرة قال: سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول:

إِنَّ كَذِباً عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً

فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رواه مسلم وغيره)

Artinya: Dari Al-Mughirah ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas nama orang lain, dan barang siapa dusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan lainnya).


5.

Pada masa Rasulullah, hadits berkembang di antara para Sahabat. Mereka yang mendengar hadits langsung dari Rasulullah segera menyampaikan kepada Sahabat yang tidak/belum mendengarnya.


Kemudian pada masa setelah wafatnya Rasulullah, Sahabat Umar Bin Khattab mulai ada kekhawatiran hadits-hadits itu akan hilang. Akhirnya para sahabat mengadakan pencatatan hadits-hadits beserta periwatnya. Mereka mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu tetapi belum menuliskan kaidah-kaidah tersebut.


Kaidah dan metode pengumpulan hadits dari segi matan dan perawinya secara resmi dibukukan pada abad ke-2 H. atas prakarsa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Bani Umayah, dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri. Akan tetapi kaidah dan metode pada masa ini masih bersifat rumusan dan belum tertulis melainkan hanya disepakati dan diingat bersama para ulama hadits.


Kaidah dan metode pengumpulan hadits dari aspek tertentu mulai dibukukan pada abad ke-3 Hijriyah. Yahya bin Ma’in (wafat 234 H./848 H) menulis tentang Tarikh ar-Rijal (Sejarah dan Riwayat Perawi Hadits), Muhammad bin Sa’ad (wafat 230 H./848 M) menulis tentang at_Thabaqaat (Tingkatan Perawi Hadits), Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H./855M) menulis tentang al-“Ilal (Ketentuan Cacat Hadits), dll.


Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriyah mulai ditulis kitab-kitab Ilmu Hadits secara komprehensif, seperti kitab al-Muhaddits al-Fashil baina ar-Rawi wal-Wa’I ditulis oleh al-Qadhi Abu al-Hasan bin Abdur Rahman bin Khallad ar-Rumuharmuzi (wafat 360 H./971 M), Ma’rifat “ulum al-Hadits ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah al-Hakim an-Naisaburi (wafat 405 H/1.014 M), dll.


Pada abad berikutnya semakin bermunculan kitab ilmu hadits yang ditulis oleh para ulama hadits, diantaranya adalah kitab ‘Ulum al-Hadits ditulis oleh Abu ‘Amr “Utsman bin Abdur Rahman yang dikenal dengan Ibnu as-Shalah (wafat 643 H./1/245 M), Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi ditulis oleh Jalaluddin Abdur Rahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (wafat 911 H./1.505 M), dan seterusnya hingga sekarang.


Share:

0 comments:

Post a Comment

Tag Labels