Blog arsip tugas kuliah dan berkas kerja duktik

tugasduktik.blogspot.com

  • Welcome to menu 1

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

  • Welcome to menu 2

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

  • Welcome to menu 3

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

  • Welcome to menu 4

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

  • Welcome to Menu 5'

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

Nov 29, 2022

Tugas IQ, Maksud Munasabah dalam Al Qur'an

Tugas Mata Kuliah Ilmu Al-Quran (IQ)

Maksud Munasabah dalam Al Qur'an


Tugas IQ, Maksud Munasabah dalam Al Qur'an

Soal

Apa yang anda pahami tentang Munasabah? Jelaskanlah secara rinci lalu beri contohnya!

Jawaban:

Munasabah terjadi karena ada keterkaitan yang tampak jelas dan kuat antara bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lain. Beberapa ayat yang menerangkan sesuatu topik terkadang menjadi penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecuali, atau pembatas dengan ayat yang lain. Sehingga semua ayat menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Sebagai contoh, adalah hubungan antara ayat 1 dan 2 dari surat al-Isra’


Munasabah juga terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’an seakan tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat berdiri sendiri. Dengan ini maka ayat tersebut dihubungkan dengan ayat lainnya karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Misalnya hubungan antar ayat 189 dan ayat 190 surat Al-Baqarah.


KESIMPULAN


Susunan ayat, surat, maupun juz dalam al-Qur’an memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Maka, mempelajari munasabah akan sangat membantu dalam penafsiran maupun pemahaman makna ayat dan surat dalam al-Qur’an. Munasabah sangatlah berperan dalam menafsirkan al-Qur’an karena tanpa mempelajari dan mengetahui munasabah, seseorang akan sangat sulit menguak isi kandungan dalam setiap ayat. Ini karena tidak semua ayat bisa dipahami secara komprehensif, misalnya hanya dengan mengetahui asbab an-nuzulnya saja. Tapi sayang, banyak orang Islam yang tidak/belum mengetahui ilmu ini dan terkesan menomorduakan dengan asbab an-nuzul dalam al-Qur’an. Padahal, penguasaan atas munasabah akan sangat membantu dalam penyimpulan dan penafsiran ayat al-Qur’an. Maka mempelajari munasabah tidak hanya akan menambah wawasan saja, akan tetapi juga akan memberikan dampak positif lain, diantaranya untuk melatih kepekaan seseorang melihat suatu kaitan dalam berbagai hal dengan sistem korelasi.

Share:

Makalah Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia

Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia (BI)

Belajar membuat Makalah

Makalah Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sekolah


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang 

Indonesia merupakan negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki bahasa daerah. Untuk keperluan berkomunikasi antar suku bangsa diperlukan bahasa perantara (lingua franca)

Seminar Politik Bahasa Indonesia (1975), telah dirumuskan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional (persatuan) dan sebagai bahasa resmi (negara). Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: 

Lambang Kebanggaan Nasional,

Lambang Identitas Nasional, 

Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, 

Alat Perhubungan Antardaerah dan Antarbudaya.

Bahasa Indonesia, sebagai bidang ilmu yang diajarkan sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah, sarana penalaran, dan berpikir kritis para peserta didik. Oleh karena itu, dalam pertumbuhan dan perkembangannya, bahasa Indonesia saling bersinergi dengan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, yang secara otomatis akan memperoleh dampak pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi-informasi maju.

Pembelajaran Bahasa Indonesia masih menghadapi berbagai problematika baik secara internal maupun eksternal dalam pembelajaran. Untuk menjawab permasalahan tersebut akan diuraikan secara singkat akan diuraikan problematika dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Oleh karena itu diharapkan dalam makalah ini dapat menemukan penyebab dan solusi atas kurangnya minat belajar siswa terhadap Bahasa Indonesia dan sehingga dapat membuat siswa/mahasiswa lebih tertarik dalam mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini juga diharapkan mampu mengembangkan dan mengarahkan siswa/mahasiswa dengan segala potensi yang dimilikinya secara optimal, khususnya dalam proses belajar bahasa Indonesia.

Dalam pembelajaran Bahasa, ada empat aspek ketrampilan yang harus dikuasai oleh siswa/mahasiswa dianatara adalah ketrampilan menyimak/mendengarkan, membaca, menulis dan berbicara. Semua aspek ketrampilan tersebut mempunyai ranah tersendiri. Namun keempat ketrampilan tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.

Dalam pembelajaran Bahasa tidak lepas dari pendekatan, metode dan teknik. Ketiga istilah ini pada dasarnya mempunyai pengertian yang berbeda dalam kerangka hierarkis. Pendekatan sebagai kerangka umum yang akan dijabarkan sebagai metode, kemudian secara operasional akan diwujudkan kedalam teknik pembelajaran.

Kegiatan belajar mengajar akan dapat dilaksanakan secara optimal dan efektif ditentukan oleh beberapa komponen meliputi komponen tujuan, siswa dan guru, bahan atau materi pelajaran, metode, media pembelajaran dan evaluasi. Kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan guru dalam wujud konkrit didalam kelas terlebih dahulu dirancang melalui perencanaan pembelajaran. Guru menentukan teknik dan metode, serta langkah-langkah pembelajaran melalui pemberian aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan oleh guru dan murid dalam kelas.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis kemukakan, penulis mengidentifikasi permasalah yang timbul anatara lain;

Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak komunikatif

Pembelajaran Bahasa disajikan secara diskrit

Rendahnya persepsi siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia

Pemanfaatan sumber belajar (buku teks)

Alat evaluasi yang tidak relevan

Rumusan Masalah 

Berdasarkan identitas masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut;

Bagaimana agar problem-problem diatas dapat terealisasika?

Bagaimana kiat-kiat yang dilakukan guru supaya siswa antusias terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia?

Tujuan Penulisan

Tujuan penulis yang ingin dicapai anatara lain;

Mendeskripsikan secara jelas problematika penggunaan Bahasa Indonesia dalam ranah pendidikan

Memberika solusi bagaimana agar problematika penggunaan Bahasa Indonesia dalam ranah pendidikan

Manfaat 

Penulis mengharapkan penulisan yang dilakukan memberikan manfaat positif sesuai dengan tujuan penulisan. Adapun manfaat dalam penulisan ini antara lain;

Manfaat Teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat melengkapi khasanah bacaan perpustakaan.

Manfaat Praktis

Bagi siswa, menambah dan memperluas wawasan siswa tentang pentingnya penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar

Bagi Guru, diharapkan guru dapat memahami problem-probelem yang dihadapi beserta cara menanganinya tentang probematika penggunaan Bahasa Indonesia dalam ranah pendidikan 

Bagi Kepala Sekolah, diharapkan memperoleh informasi terkait probematika penggunaan Bahasa Indonesia dalam ranah pendidikan

BAB II

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia

Problematika pembelajaran Bahasa Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain;

Pembelajaran Bahasa Tidak Komunikatif

Sesuai dengan hakikat Bahasa dan pembelajaran Bahasa, penekanan utama adalah menciptakan pembelajaran yang komunikatif. Maksdunya aktivitas siswa difokuskan pada bagaimana siswa mengunakan Bahasa dalam berkomunikasi. Banyak faktor yang menyebabkan pembelajaran Bahasa tidak berlangsung komunikatif, yaitu (1) rendahnya kompetensi komunikatif guru Bahasa Indonesia; (2) model kelas yang besar menyebabkan aktivitas siswa tidak merata; (3) interaksi kelas kurang optimal. Selain faktor diatas kecenderungan pembelajaran Bahasa disekolah masih didominasi dengan pemberian pengetahuan dari pada kemahiran Bahasa.

Hal diatas sejalan dengan hasil survei Suparno ( 1997:3) yang menyatakan bahwa (a) guru masih cenderung memberikan penjelasan tentang Bahasa, bukan pelatihan ketrampilan berbahasa secara integrative dan komunikatif; (b) sebagian besar guru belum memiliki penguasaan yang memadai tentang taksonomi kemahiran berbahasa Indonesia; (c) kelas yang besar berakibat guru mengikuti dinamika kelas bukan guru menciptakan dinamika kelas; (d) guru kurang menggunakan sumber lain selain buku teks; (e) masih banyak guru yang kebakuan bahasanya kurang ideal.

Pembelajaran Bahasa yang Disajikan secara Diskrit

Pembelajaran Bahasa Indonesia masih cnederung dilakukan dengan model diskrit. Ketrampilan berbahasa yang idealnya disajikan secara terintegrasi belum dapat diemplementasikan secara optimal dikelas. Aspek-aspek kemahiran berbahasa masih disajikan secara terpisah. Misalnya, guru mengajarkan ketrampilan menyimak, seakan-akan guru hanya terfokus pada ketrampilan menyimak tersebut. Sebenarnya jika guru memahami hakikat pembelajaran integrative (tematis) maka pembelajaran Bahasa dapoat berlangsung secara alamiah sesuai dengan hakikat fungsi Bahasa sebagai alat komunikasi. Pola implementasi integrative ini kan mendorong kemahiran berbahasa siswa secara baik.

Untuk memperlancar kegiatan pengajaran Bahasa secara integrative diperlukan metode atau suatu rumusan sistem, karena metode pengajaran yang bervariasi nerupakan salah satu faktor yeng berperan dalam pengajaran. 

Dalam menerapkan metode pengajaran Bahasa ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan terlebih dahulu oleh para pengajar yang antara lain adalah sebagai berikut; (1) pengajaran harus disesuaikan dengan kultur sosial dari objek siswa; (2) menggunakan metode yang dianggap mudah oleh siswa; (3) melalui pendekatan yang sifatnya komunikatif dalam kegiatan belajar mengajar.

Rendahnya Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia harus memperhatikan karakteristik siswa. Hal ini digunakan untuk melihat kecenderungan dan keinginana siswa dalam pembelajaran Bahasa tersebut. Menurut Van Els (1984:27) mengkasifikasikan karakteristik siswa atas empat bagian yakni (1) umur siswa; (2) bakat; (3) pengetahuan siswa; (4) sikap yang meliputi minat, motivasi, dan kepribadian. Komponen di atas sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran Bahasa harus memperhatikan tingkat perkembangan usia siswa. Hal ini berkaitan dengan pemilihan materi atau contoh-contoh yang diberikan guru. Materi Bahasa Indonesia yang secara berjenjang diberikan ditingkat satuan pendidikan menghendaki kemampuan guru menganalisis kebutuhan materi dengan baik. Guru juga harus memahami bakat Bahasa dang pengetahuan siswa. Karakteristik yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa adalah sikap meliputi minat, motivasi, dan kepribadian.

Berdasarkan pengalaman disekolah, persepsi siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia berada taraf yang rendah. Kondisi ini berdampak pada rendahnya motivasi siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini berimplikasi pada rendahnya hasil belajar siswa.

Pemanfaatan Pokok Sumber Belajar (Buku Teks) dalam Pembelajran

Karena KTSP dikembangkan dan disusun oleh satuan pendidikan atau sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, setiap sekolah mempunyai kurikulum yag berbeda. Dengan demikian, bahan ajar yang digunakan juga mempunyai perbedaan. Tidak ada ketentuan tentang buku pelajaran yang dipakai dalam KTSP. Buku yang sudah ada dapat dipakai. Karena pembelajaran didasarkan pada kurikulum yang dikembangkan sekolah , bahan ajar harus disesuaikan dengan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, guru dapat mengurangi dan menambah isi buku pelajaran yang digunakan. 

Dengan demikian, guru menyeleksi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kuruikulum sekolahnya. Gruru dapat memanfaatkan bahan ajar dari berbagai sumber (surat kabar, majalah, radio, televise, internet dsb). Bahan ajar dikaitkan denga nisus-isu local, regional, dan global agar peserta didik nantinya mempunyai wawasan yang luas dalam memahami dan menanggapi berbagai macam situasi kehidupan.

Untuk pelajaran membaca misalnya, bahan bacaan dapat diambil dari surat kabar. Selain surat kabar yang berskala nasional yang banyak menyajikan isu-isu nasional. Ada surat kabar local yang menyajikan isu-isu daerah. Kedua jenis sumber ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mengembangkan pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual. Peserta didik diperkenalkan dengan isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat disekitar dan tataran yang lebih luas.

Bahan ajar yang beragam jenis dan sumbernya ini tentu juga dapat digunakan untuk pelajaran-pelajaran lain (menulis, mendengarkan, dan berbicara). Mengingat pentingnya televise dan Komputer (internet) dalam kehidupan sekarang ini, guru perlu memanfaatkan bahan ajar dari kedua jenis ini sebagai media pembelajaran yang menarik.

Namun kenyataanya, buku ajar yang digunaan oleh guru merupakan buku ajar yang disusun oleh tim penulis buku yang disetujui oleh Departemen Pendidikan Nasional. Hal ini tentu tidak sejalan dengan prinsip penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang digunakan.

Alat Evaluasi yang tidak Relevan

Dalam penulisan soal tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dilihat dari segi materi, konstruksi, maupun Bahasa. Selain itu soal hendaknya menuntut penalaran tinggi.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara; mengidentifikasi meteri yang dapat mengukur perilaku pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, atau evaluasi; Perilaku ingatan  juga diperlukan namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum siswa dapat mengukur perilaku yang disebutkan diatas. Membiasakan menulis soal yang mengukur kemampuan berfikir kritis dan mengukur keterampilan pemecahan masalah; dan menyajikan dasar pertanyaan (stimulus) pada setiap pertanyaan, seperti dalam bentuk literasi/bahan bacaan seperti kasus.

Bila di analisis soal-soal yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa ada kecenderungan belum mengukur kemahiran berbahasa khususnya menyimak, berbicara, dan menulis. Kemahiran ini hanya diukur melalui paradigma teoritis.

Kecenderungan ini sangat berpengaruh terhadap guru dalam merencanakan dan mengimplementasikan pembelajaran di kelas. Padakenyataannya, guru hanya mengajarkan siswa untuk menjawab soal teoritis dan mengabaikan kemahiran berbahasa siswa.

Solusi dalam mengatasi problematika Bahasa

Dalam suatu pembelajaran guru harus bersikap komunikatif dengan siswanya. Seorang guru tidak boleh beranggapan bahwa dirinya lah yang paling paham akan metri yang disajikan kepada siswa. Kemudian dalam penyampiann materipun, guru harus menggunakan Bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Hal ini diharapkan sepaya terjadi komunikasi dua arah. Langkah baiknya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia guru tidak boleh membeda-bedakan antara metri Bahasa dengan sastra. Semua materi yang disampaikan harus sesuai dengan proporsinya. seorang guru pun harus dapat memotifasi siswa untuk dapat meningkatkan kemauannya dalam mempelajari bahasa Indonesia. Persepsi siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia supaya dapat berubah ke arah yang positif. Pemanfaatan teknologi informasi, yaitu; lembaga-lembaga pendidikan baik jalur pendidikan formal, informal maupun jalur non formal dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam mengakses informasi dalam mengembangkan potensi diri dan lingkungannya (misal; penggunaan internet, multi media pembelajaran, sistem informasi terpadu, dsb). Dalam penggunaan buku teks sebagai sumber belajar satu-satunya harus dihindari oleh guru. Selain menggunakan buku teks tersebut, hendaknya guru juga menggunakan buku-buku yang lain sebagai pendukungnya. Hal yang paling krusial adalah guru harus dapat menyususn sebuah e!aluasi. Alat e!aluasi ini dapat dilakukan melalui penyusunan rubrik atau kisi-kisi penilaian yang akan digunakan.

BAB III

PENUTUP

Simpulan 

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru harus memperhatikan komponen-komponen yang diperlukan dalam pembelajaran. Lebih-lebih guru harus dapat memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan problematik pembelajaran, antara lain problematik mengenai pembelajaran Bahasa yang tidak komunikatif, pembelajaran bahasa yang disajikan secara diskrit, rendahnya persepsi siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, pemanfaatan pokok sumber belajar (Buku Teks) dalam pembelajaran, alat evaluasi yang tidak relefan

Saran 

Dari pemaparan penulis diatas, hendaknya;

Guru Bahasa Indonesia hendaknya memperkaya kosa kata dalam Bahasa Indonesia

Guru Bahasa Indonesia hendaknya membiasakan dirinya lebih banayak menggunakan Bahasa Indonesia dari pada mengguanakan Bahasa campuran didalam proses pembelajaran.

Guru Bahasa Indonesia hendaknya profesioanal dalam kompetensi bahasanya

Guru Bahasa Indonesia harus menjadi contoh bagi peserta didiknya

Mewajibkan berbahasa Indonesia yang baik bagi warga sekolah.

Guru dan masyarakat disekolah dibiasakan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik meskipun tidak didalam kelas.

Daftar Pustaka

Atmazaki 2006, Kiat-kiat Mengarang dan Menyunting. Padang; Citra Budaya Indonesia

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina 1995. Sosiolinguistik. Perkenalan Awal. Jakarta; Rineka Cipta

Agid, Zainal. 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya; Insan Cendikia

Mulyaya. 2005. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung; Remaja Rosdakarya

Halim, A. 1976. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta; Pusat Pembinan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Degeng, I.N.S 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang; IKIP dan IPTDI

Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM

Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia, Malang; IKIP Malang

Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta; Dirjen Dikti Depdikbud

Suparno, 2000 “Mutu Pengjaran Bahasa Indonesia di Sekolah” dalam Bahasa Indonesia dalam era globalisasi. Alwi, Hasan, Dendy Sugono, Abdul Rozak Zaidan Ed. Jakarta; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

https://www.academia.edu/12553034/PROBLEMATIKA_DALAM_PEMBELAJARAN_BAHASA_INDONESIA diakses pada tanggal 15 November 2022

https://media.neliti.com/media/publications/298780-problematika-pembelajaran-bahasa-indones-0125b2ab.pdf diakses pada tanggal 15 November 2022

https://eprints.umk.ac.id/2633/2/BAB_I.pdf diakses pada tanggal 15 November 2022

Share:

Nov 28, 2022

Tugas IH, Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar

Tugas Kuliah Ilmu Hadits (IH)

UTS MATA KULIAH ULUMUL HADIS.

Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar


Tugas IH, Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar


Soal:


1. Coba deskripsikan pengertian dari Hadis, Sunnah, Khobar dan Atsar secara Bahasa dan istilah

2. Apa yang anda ketahui tentang perbedaan Hadis, Sunnah, Khibar dan Atsar ? coba deskripsikan Perbedaan perbedaan tersebut dan berikan contohnya masing masing….

3. Coba anda Deskripsikan yang dimaksud Hadis Soheh, Hadis Hasan dan Hadis Do’if dan berikan contohnya masing masing

4. Apa yang anda fahami tentang Hadis Riwayah dan Hadis Diroyah dan siapa ulama yang pertama kali menulisnya dan berikan contohnya masing – masing

5. Coba deskripsikan Perkembangan Hadis pada masa Rosululloh SAW, Masa Sohabat dan masa Tabi’in


Jawaban:


1.

Hadits secara etimologi Hadits memiliki arti Jadid yang berarti baru dan Qarib yang berarti dekat atau belum lama lagi terjadi. Hadits secara terminologi mencakup semua hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir (diam tanda setuju), atau sifat-sifat beliau.


Sunnah secara etimologi berarti ath-Thariq atau Sirah al-muttaba’ah (jalan yang diikuti). Sunnah secara terminologi adalah segala yang bersumber dari Rasulullah, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, maupun perjalanan hidup beliau, dari sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.


Khabar secara etimologi berarti warta atau berita atau kabar, jamaknya adalah al-Akhbaar, yaitu sesuatu diucapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Khabar secara terminologi adalah sesuatu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi Muhammad SAW atau selainnya.


Atsar secara etimologi berarti bekas atau sisa, atau sesuatu yang dinukilkan kepada seseorang. Misalnya do’a yang dinukil dari Nabi disebut Do’a al-Ma’tsur. Atsar secara terminologi mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadits.

Sisi perbedan antara Hadis, Sunnah, Khabar dan Atsar sebagai berikut:

Sunnah lebih luas daripada Hadits karena cakupannya meliputi hal-ihwal Nabi Muhammad saw sejak sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.


2.

Khabar yang dinisbatkan kepada Nabi disebut Hadits Marfu’. Sedangkan yang dinisbatkan kepada Sahabat disebut Hadits Mauquf’, dan yang dinisbatkan kepada Tabi’in disebut Hadits Maqthu'.

Atsar secara terminologi mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadits.


3.

Hadits Shahih:

ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة

Setiap hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya syadz dan ‘illah. Contohnya:

حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ “(رواه البخاري)

” Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).

Tinjauan terhadap hadits ini adalah:

a. Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.

b. Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-Jarhu wa at-ta’dil sebagai berikut:

- Abdullah bin Yusuf : Tsiqat muttaqin

- Malik bin Annas : Imam hafidz

- Ibnu Syihab Aj-Juhri : Ahli fiqih dan Hafidz

- Muhammad bin Jubair :Tsiqat

- Jubair bin Muth’imi : Shahabat

c. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.


Hadits Hasan:

هو ما اتصل سنده بنقل العدل الذي خف ضبطه عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة

Hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi adil, namun kualitas hafalannya tidak seperti hadits shahih, tidak terdapat syadz dan ‘illah. Contohnya:

حدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ ….. الحديث “

“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang: "Rasulullah Saw bersabda, sesungguhnya pintu-pintu surga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).


Derajat hadits tersebut adalah hasan, karena semua perawi dalam hadits tersebut tsiqoh, kecuali Ja’far bin Sulaiman adh-Dhuba’i.


Hadits Dha'if:

وكل ما عن رتبة الحسن قصر  #  فهو الضعيف وهو اقسام كثر

Setiap hadits yang kualitasnya lebih rendah dari hadits hasan adalah dhaif dan hadits dhaif memiliki banyak ragam.

Contohnya:

مَاأَخْرَجَهُ التِّرْمِيْذِيْ مِنْ طَرِيْقِ “حَكِيْمِ الأَثْرَمِ”عَنْ أَبِي تَمِيْمَةِ الهُجَيْمِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص م قَالَ : ” مَنْ أَتَي حَائِضاً أَوْ اِمْرَأةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهُنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمِّدٍ “

""Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-Atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata: "Barang siapa yang menggauli wanita haid atau pada duburnya atau semacam ini maka sungguh ia telah mengingkari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”.


Imam Tirmidzi berkata bahwa setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini: “ Kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-Atsrami. Kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-Atsrami yang didhaifkan pula oleh para ulama hadits”.


4.

Hadits Riwayah, mempelajari tentang jalur periwayatan hadits, matan, pembukuan dari hulu ke hilir, dipelopori oleh Abu Bakar Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri.


Hadits Dirayah, mempelajari tentang jalur periw,ayat dari hulu ke hilir,, ketsiqahan, dan kesahihan hadits.

Orang yang pertama kali memperkenalkan dikotomi ilmu riwayah dan ilmu dirayah dalam ilmu hadis adalah al-Ramahurmuzi (265-360 H). Contohnya:

عن المغيرة قال: سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول:

إِنَّ كَذِباً عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً

فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رواه مسلم وغيره)

Artinya: Dari Al-Mughirah ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas nama orang lain, dan barang siapa dusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan lainnya).


5.

Pada masa Rasulullah, hadits berkembang di antara para Sahabat. Mereka yang mendengar hadits langsung dari Rasulullah segera menyampaikan kepada Sahabat yang tidak/belum mendengarnya.


Kemudian pada masa setelah wafatnya Rasulullah, Sahabat Umar Bin Khattab mulai ada kekhawatiran hadits-hadits itu akan hilang. Akhirnya para sahabat mengadakan pencatatan hadits-hadits beserta periwatnya. Mereka mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu tetapi belum menuliskan kaidah-kaidah tersebut.


Kaidah dan metode pengumpulan hadits dari segi matan dan perawinya secara resmi dibukukan pada abad ke-2 H. atas prakarsa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Bani Umayah, dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri. Akan tetapi kaidah dan metode pada masa ini masih bersifat rumusan dan belum tertulis melainkan hanya disepakati dan diingat bersama para ulama hadits.


Kaidah dan metode pengumpulan hadits dari aspek tertentu mulai dibukukan pada abad ke-3 Hijriyah. Yahya bin Ma’in (wafat 234 H./848 H) menulis tentang Tarikh ar-Rijal (Sejarah dan Riwayat Perawi Hadits), Muhammad bin Sa’ad (wafat 230 H./848 M) menulis tentang at_Thabaqaat (Tingkatan Perawi Hadits), Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H./855M) menulis tentang al-“Ilal (Ketentuan Cacat Hadits), dll.


Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriyah mulai ditulis kitab-kitab Ilmu Hadits secara komprehensif, seperti kitab al-Muhaddits al-Fashil baina ar-Rawi wal-Wa’I ditulis oleh al-Qadhi Abu al-Hasan bin Abdur Rahman bin Khallad ar-Rumuharmuzi (wafat 360 H./971 M), Ma’rifat “ulum al-Hadits ditulis oleh Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah al-Hakim an-Naisaburi (wafat 405 H/1.014 M), dll.


Pada abad berikutnya semakin bermunculan kitab ilmu hadits yang ditulis oleh para ulama hadits, diantaranya adalah kitab ‘Ulum al-Hadits ditulis oleh Abu ‘Amr “Utsman bin Abdur Rahman yang dikenal dengan Ibnu as-Shalah (wafat 643 H./1/245 M), Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi ditulis oleh Jalaluddin Abdur Rahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (wafat 911 H./1.505 M), dan seterusnya hingga sekarang.


Share:

Tugas IQ, Asbabun Nuzul dan Penjelasanya

Mata Kuliah Ulumul Quran

Asbabun Nuzul dan Penjelasanya

Soal

1. 

Jelaskan pengertian asbab an-nuzul

2. 

Bagaimana cara mengetahui asbab dalam Al Quran

3. 

Ada berapa macam asbab an-nuzul. Jelaskan dengan contoh

4. 

Apa manfaat mempelajari ilmu asbab an-nuzul. Uraikan.

5. 

Buatlah ringkasan materi ini.


Tugas IQ, Asbabun Nuzul dan Penjelasanya

Jawaban:


1. 

Pengertian asbab an-nuzul secara etimologi adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu.

Pengertian asbab an-nuzul secara terminologi adalah peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al Quran atau respon terhadap adanya suatu peristiwa.


2. 

Asbab turunnya ayat Al Quran dapat diketahui dengan mempelajari sejarah, khususnya yang terkait ayat tersebut atau mempelajari ilmu Al Quran. Karena ilmu ini menjelaskan tentang ayat-ayat Al Quran dari berbagai aspek, termasuk sejarah turunnya ayat.


3. 

a. Taaddud al asbab wan nazil wahid

Contoh. Surah Al Ikhlas ayat 1-4 turun dengan sebab orang musyrik di Mekah dan sebab ahli kitab di Madinah.

b. Taaddud an nazil wal asbab wahid

Contoh. Surah Ad Dukhan ayat 10, 25, dan 16. Atat-ayat tersebut turun dengan sebab kaum Quraisy durhaka terhadap Nabi Muhammad saw.


4. 

Manfaat mempelajari ilmu asbab an-nuzul adalah mempermudah memahami makna dan maksud konteks ayat Al Quran. Dengan demikian maka mudah pula menafsirkan ayat Al Quran. Oleh karena itu para pentafsir Al Quran harus menguasai ilmu asbab an nuzul agar tidak salah tafsir.


Ringkasan


Dari jawaban-jawaban di atas dapat dusimpulkan bahwa ilmu asbab an nuzul adalah ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab turunnya Al Quran, bagian dari ilmu Al Quran (Ulum al Quran). Rinciannya sangat luas, sebanding dengan kegunaannya yang sangat dipentingkan para pentafsir Al Quran.

Share:

Tujuan Pendidikan Islam Terkait Kurikulum

Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam (IPI)

Tujuan Pendidikan Islam Terkait Kurikulum



Soal:

Buatlah catatan tentang tujuan pendidikan islam khususnya dalam pembelajaran PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) di dalam kelas. Kaitkan tujuan ini dalam konsep tujuan pembelajaran ini dengan konsep KOMPETENSI dalam kerangka Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).


Catatan:


Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di dalam kelas beserta kaitannya dengan Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK)


Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada penjelasan ayat (20) pasal 39 dinyatakan bahwa: “ Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat persatuan nasional”.


Selain itu dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2003 dijelaskan bahwa: "Pendidikan agama bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara. 


Tujuan pendidikan agama Islam ini merupakan penjabaran dari bunyi Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4 yaitu: “ Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.


Adapun tujuan Pendidikan Agama Islam Untuk Setiap Kelas adalah sebagai berikut:


1. Siswa memahami, meyakini dan mengimani Allah, malaikat-malaikat-Nya, dengan mengetahui fungsi, dalil naqli dan aqlinya dan menjauhi hal-hal yang merusak iman.

2. Siswa memahami, menghayati dan mampu menjadi imam dalam shalat berjama’ah, melaksanakan shalat fardhu, dan khutbah jum’at.

3. Siswa mampu membaca, menyalin, mengartikan dan menyimpulkan Al-qur’an, makanan yang halal dan bergizi, pelestarian alam dan kerusakan akibat tangan manusia.

4. Siswa memiliki rasa tanggung jawab, keadilan dan keikhlasan.

5. Siswa memahami dan mempedomani Dinul Islam, wakaf, riba dan perbankan.

6. Siswa memahami dan mengambil manfaat dari sejarah perkembangan dan peranan umat Islam di Indonesia.


Kaitan tujuan ini dalam konsep pembelajaran KOMPETENSI dalam kerangka Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mempunyai pendekatan yaitu pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, perasaan dan emosi, pendekatan rasional, pendekatan fungsional.


Dalam konsep pembelajaran kompetensi yang dikembangkan, terdapat pola kegiatan belajar mengajar yang mengacu kepada tujuan perundang-undangan sebagaimana disebutkan di atas dan berpijak kepada silabus dan rencana pembelajaran yang diolah oleh setiap guru Pendidikan Agama Islam, diatur oleh lembaga berwenang yaitu Kementerian Agama Republik Indonesia.


Dengan ini diharapkan Pendidikan Agama Islam dengan konsep utama, yakni meyakini, memahami, dan menghayati agama melalui bimbingan belajar mengajar, ditambah konsep pembelajaran kompetensi betul-betul menerap ke setiap siswa dan cukup membekali mereka dalam mengarungi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara secara berimbang.


Sekian. Terimakasih.

Share:

Fenomea Permasalahan Bangsa

Tugas Kuliah Pendidikan Pancasila (PP)

Fenomea Permasalahan Bangsa

Soal

Bagaimana argumen kalian tentang fenomena permasalahan bangsa yang pernah terjadi, seperti kesenjangan sosial dan degradasi moral.


Jawaban:


Menanggapi pertanyaan diatas, kami melihat bahwa fenomena permasalahan bangsa yang terjadi selama ini dipicu oleh berbagai macam faktor. Pemicunya bisa berupa faktor internal maupun eksternal. Dampaknya pun bisa berakibat kepada personal hingga massal.


Diantara pemicu internal atas permasalahan bangsa, baik berupa kesenjangan sosial ataupun moral, tidak terlepas dari minimnya ilmu atau informasi positif tentang tatanan hingga peraturan berbangsa dan bernegara. Apabila individu bangsa berada pada kondisi ini tentu ia akan mengalami ketimpangan dalam menjalani kehidupan bersosial di tengah masyarakat.


Adapun penyebab minimnya ilmu atau informasi positif tentang hal tersebut bisa jadi karena sulitnya akses untuk mendapatkan ilmu dan informasi atau kurangnya tenaga ahli yang betul-betul berdidikasi untuk memberikan penalarann kepada setiap individu bangsa tentang pentingnya ilmu dan informasi positif.


Dengan demikian, mereka akan berbuat sekehendak mereka tanpa ada pertimbangan apapun. Bahkan sangat dimungkinkan bahwa perbuatan mereka adalah benar menurut anggapan mereka, padahal cacat menurut norma sosial dan salah menurut hukum negara. Inilah ketimpangan yang perlu diwaspadai.


Sedangkan diantara pemicu eksrernal atas permasalahan bangsa berupa kesenjangan sosial dan moral adalah karena masuknya budaya informasi dan budaya negatif dari luar, entah didapat dari media maupun dari imigran atau turis asing. Apabila individu bangsa terpengaruh dengan informasi dan budaya negatif dari luar, tentu akan berdampak negatif dalam kehidupan bersosial dan masyarakat.


Pada gilirannya, mereka akan berbuat sebagaimana perbuatan orang asing, padahal perbuatan itu berseberangan dengan budaya lokal, cacat menurut norma sosial dan atau salah menurut hukum negara. Inilah ketimpangan yang perlu diwaspadai juga.


Selanjutnya, kami berasumsi sekaligus berharap mudah-mudahan semua pihak pemangku jabatan, baik di bidang pendidikan maupun sosial untuk bergandengan tangan menjangkau setiap individu bangsa agar berpendidikan yang baik sehingga bisa memilah ragam informasi dan budaya secara tepat dan proporsional.


Sekian.

Share:

Ragam dan Variasi Penggunaan Bahasa Indonesia

Tugas kuliah Bahasa Indomesia (BI)

Ragam dan Variasi Penggunaan Bahasa Indonesia

Soal




Jawaban

Ragam dan Variasi Penggunaan Bahasa Indonesia


Ragam bahasa berdasarkan kegunaanya meliputi beberapa hal, seperti situasi, permasalahan yang akan disampaikan, latar belakang audiens, dan sarana yang digunakan.


Ragam bahasa berdasarkan cara penyampaiannya ada 3, yaitu: formal, semi formal, dan nonformal.


Bahasa formal memiliki kemantapan dinamis, menggunakan fungsi-fungsi gramatikal, mengunakan bentukan kata yag lengkap, mengunakan imbuhan kata secara tepat, dan menggunakan ejaan baku. Bahasa formal digunakan dalam kegiatan/acara formal di lembaga formal di institusi pendidikan atau instansi pemerintahan.

 

Bahasa semi formal sedikit mengenyampingkan fungsi-fungsi bahasa formal, atau sedikit memasukkan fungsi-fungsi tersebut ke dalam pembicaraan. Bahasa semi formal sering digunakan dalam kegiatan/acara semi formal di lembaga formal di institusi pendidikan atau instansi pemerintahan. Hal ini ditentukan oleh penutur, situasi berlangsungnya pembicaraan atau lawan bicara sebagai audiens.


Bahasa non formal adalah bahasa yang terlepas dari fungsi-fungsi bahasa formal dan semi formal. Bahasa non formal biasa digunakan diluar acara formal dan semi formal. Ragam bahasa ini daat diistilahkan denga bahasa Indonesia sehari-hari, baik yang terjadi antar teman, antar rekan kerja, ataupun orang lain di luar waktu dan tempat-tempat formal/dinas. 


Ragam bahasa berdasarkan media atau sarana ada dua, yaitu: bahasa lisan dan tulisan.


Ragam bahasa lisan merupakan bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa dalam berkomunikasi. Ragam bahasa lisan ditentukan oleh intonasi dan situasi. Ragam lisan standar, misalnya orang berpidato atau memberi sambutan dalam suatu acara, situasi perkuliahan, ceramah, dan sebagainya. Ragam lisan non-standard, misalnya dalam percakapan antar teman atau dalam kesempatan nonformal lainnya.


Ragam bahasa tulis merupakan bahasa tulisan, menggunakan huruf sebagai unsur penyampainya. Hal ini berkaitan dengan ejaan, tanda baca, struktur kalimat, dan kosa kata. Kelengkapan tata bahasa seperti bentuk kata atau pun struktur kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan dalam mengungkapkan ide.


Ragam bahasa berdasarkan penuturnya dipengaruhi faktor daerah, disebut ragam daerah. Di samping itu, faktor pendidikan akan mempengaruhi ragam bahasa pemakai penutur. Pemakaian bahasa Indonesia menimbulkan perbedaan bahasa, terutama bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di luar daerahnya. Kelompok penutur bahasa yang berpendidikan berbeda dengan kelompok yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, vitamin, video, film, dan fakultas. Pemakai bahasa yang tidak berpendidikan terkadang mengucapkan pitnah, pitamin, pideo, pilem, dan pakultas.


Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur dipengaruhi oleh sikap terhadap lawan bicaranya atau sikap bahasa tulisan dari penulis terhadap audiensnya. Ragam pemakaian bahasa ini ada 3 sikap, yaitu resmi, akrab, dan santai. Kedudukan lawan bicara atau pembaca juga mempengaruhi sikapnya. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan ragam bahasa yang digunakan, seperti: pembicaraan di depan umum;

pembicaraan dengan orang yang dihormati, pembicaraan resmi,

pembicaraan pribadi, dan pemicaraan biasa atau obrolan.


Ragam bahasa juga ada baku dan tak baku. Bahasa baku dipakai dalam kegiatan resmi (informal), seperti percakapan dalam seminar ilmiyah. Bahasa formal (resmi) berguna sebagai alat komunikasi antar tutor dan anggota, dan sebaliknya. Keduanya menggunakan bahasa baku.


Pembicaraan bahasa tak baku dipakai dalam kegiatan tidak resmi (nonformal), seperti percakapan sehari-hari. Bahasa non formal (tak resmi) berguna sebagai alat komunikasi antar sahabat, antar rekan kerja, dan keduanya digolongkan dalam ragam bahasa tidak baku.


Ragam bahasa menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Hal ini dipengaruhi dari lingkungan, agama, dan profesi masing-masing penutur.


Perbedaan itu tampak jelas dalam pemilihan atau penggunaan kata-kata, istilah, dan ungkapan khusus yang digunakan pada bidang tertentu. Seperti istilah dalam bidang kedokteran, hanya dapat dimengerti oleh kalangan dokter dan orang-orang tertentu. Pemilihan kata tersebut disesuaikan dengan kebutuhan bidang pemakaiannya.


Share:

Top Sepekan

Tag Labels