TUGAS IPI, MATA KULIAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN,
TRANSFORMASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM INDONESI DARI PESANTREN KE PERGURUAN TINGGI
Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional dengan metode pengajaran klasik yang sudah ada sejak Indonesia belum memprolamirkan sebagai negara merdeka. Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan keadaan, maka pesantren melakukan berbagai penyesuaian sistem pengajaran dan transformasi administratif edukatif. Namun, transformasi perubahan di pesantren tidak pernah meninggalkan fungsi utamanya.
Pada awalnya, pesantren mempunyai dua fungsi. Pertama, melakukan dakwah menyebarkan agama Islam. Kedua, berperan sebagai benteng pertahanan umat dalam bidang ilmu dan akhlak. Sejalan dengan dua fungsi tersebut, materi yang diajarkan di pesantren semuanya terdiri dari materi agama yang diambil dari kitab-kitab klasik berbahasa Arab atau lebih dikenal dengan kitab gundul atau kitab kuning. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki indigenous (akar kuat) pada masyarakat muslim Indonesia, ditengarai mampu menjaga dan mempertahankan keberlangsungan sistem dan model pendidikan yang dimiliki.
Pesantren pada umumnya bersifat mandiri, tidak tergantung kepada kebijakan pemerintah. Sehingga pesantren bisa memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Kendati demikian, pesantren tidak menampik adanya kebijakan pemerintah selama tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam. Pesantren juga menanamkan prinsip untuk mengamalkan kaidah tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Artinya, santri harus bisa memberi, bukan hanya menerima, baik dari segi ilmu maupun materi atau harta.
Akhirnya, santri tidak hanya dididik supaya menjadi seseorang yang mengerti ilmu agama saja, akan tetapi juga diberikan keterampilan kepemimpinan yang alami tapi mumpuni. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang mandiri (Muh. Idris Usman Jurnal Al Hikmah Vol. XIV). Sikap yang ditanamkan ke dalam diri santri, baik berupa kesederhanaan, ketekunan, kebersamaan, kesetaraan, dan sikap positif lainnya selalu dijaga dalam tradisi alaminya. Modal inilah yang diharapkan melahirkan masyarakat berkualitas dan mandiri sebagai bentuk partisipasi pesantren dalam menyukseskan tujuan pembangunan nasional sekaligus berperan aktif dalam mencerdaskan bangsa sesuai yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945.
Setelah Indonesia merdeka, pesantren tumbuh dan berkembang dengan pesat. Ekspansi pesantren juga bisa dilihat dari pertumbuhan pesantren yang semula hanya berupa lembaga pendidikan tradisional kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan yang maju. Bahkan kini pesantren bukan hanya milik organisasi tertentu tetapi milik umat Islam Indonesia. (Hanun Asrohah).
Masih tercatat dalam sejarah, Pada waktu Mr. R. Soewandi menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pernah dibentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hajar Dewantoro. Panitia ini berhasil menetapkan keputusan yang dalam laporan panitia tanggal 2 Juni 1946, dinyatakan bahwa pengajaran di pondok pesantren dan madrasah perlu untuk dipertinggi dan dimodernisasi serta diberi bantuan biaya.
Kemudian pada saat K.H. A. Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, beliau melakukan pembaruan pendidikan agama Islam melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 3 tahun 1950, yang menginstruksikan untuk memasukkan pelajaran umum di madrasah dan memasukkan pelajaran agama di sekolah umum negeri/swasta. Dampak dari instruksi menteri tersebut semakin mendorong pesantren lebih ekspansif dalam mengemban amanahnya di bidang pendidikan. Alhasil, pesantren mengadopsi madrasah ke dalamnya. Pesantren juga membuka cabang kelembagaan dan fasilitas-fasilitas kependidikan bagi masyarakat umum.
Pesantren tidak hanya mengadopsi madrasah tetapi juga mendirikan sekolah-sekolah umum bernuansa religi. Pengetahuan agama dan umum mulai berimbang, seperti halnya di sekolah umum lainnya. Hal ini membuat akses santri untuk melanjutkan pendidikan semakin leluasa karena sudah setara dengan sekolah-sekolah umum di luar pesantren. Seperti saat ini, dimana-mana banyak kita temui pesantren memiliki lembaga pendidikan umum mulai TK, SD, SMP, SMA dan SMK, di samping MI, MTs, dan MA.
Pada tahun 2001 pesantren mulai merambah ke jenjang pendidikan kesarjanaan dengan mendirikan perguruan tinggi. Pada tahun ini, Pesantren Kalibeber Wonosobo, Jawa Tengah mendirikan Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ). Kemudian pada tahun 2008 dibuka Program Pascasarjana bidang studi Pendidikan Islam dan studi Ilmu Al-Qur’an. Satu tahun berikutnya, yakni pada tahun 2009, mahasiswa UNSIQ sudah mencapai lima ribu orang, terakomodir dalam beberapa fakultas, yaitu Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Fakultas Bahasa dan Sastra, Fakultas Ekonomi, Akademi Keperawatan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Fakultas Syariah dan Hukum Islam serta Program Pascasarjana. Hal ini juga dilakukan oleh pesantren-pesantren lain di Indonesia, seperti pesantren yang berada di bawah naungan Darud Dakwah wal-Irsyad, berhasil membuka Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI).
Lebih-lebih, sejak tahun 2005, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren setiap tahunnya memberikan beasiswa kepada 500 santri yang berprestasi untuk mengikuti pendidikan sarjana di Universitas Indonesia, Insitut Teknologi Bandung, Insitut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, Insitut Teknologi Surabaya, dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Tak hanya itu, Perguruan Tinggi Swasta pun turut serta memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi, utamanya penghafal Al-Qur’an. Maka antusias santri untuk melanjutkan ke perguruan tinggi semakin meningkat, sejalan dengan pertumbuhan jumlah pesantren dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data laporan Departemen Agama Republik Indonesia, Pada tahun 1978 jumlah pesantren dan santri berkembang pesat berjumlah Pada tahun 1978 diseluruh Indonesia terdapat 3.321. Pada tahun 1980 jumlah pondok pesantren yang terdata sebanya 5.500. Menurut Zarkasyi AS, M.A, jumlah pondok pesantren yang terdata pada tahun 1985 berjumlah 6.239. Pada tahun 1997 jumlah pesantren tercatat sebanyak 9.388. Kemudian Data Departemen Agama tahun 2001 menunjukan jumlah pesantren seluruh Indonesia mencapai 11.312. Berdasarkan data Departemen Agama tahun 2015/2016 tercatat jumlah pesantren sebanyak 16,015. Dan catatan Kementerian Agama (Kemenag) hingga April 2022 menunjukkan jumlah pesantren di Indonesia sebanyak 26.975.
Sebagai suatu lembaga pendidikan yang hidup di tengah arus modernisasi, agar eksistensinya tetap bisa dipertahankan, pesantren seakan diberi PR oleh tuntutan-tuntutan hidup santrinya agar mampu membekali mereka dengan keahlian. Oleh karena itu pesantren harus responsif dan aktif sebagai penggerak di dalam berbagai macam pendidikan ekstra dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan. Tujuan pendidikan pesantren adalah terbentuknya manusia yang memiliki kesadaran setinggi-tingginya akan pendidikan Islam yang bersifat menyeluruh, dilengkapi dengan pendidikan umum, serta kemampuan untuk mengadakan respons terhadap tantangan dan tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu di abad sekarang dan akan datang.
Menurut Azyumardi Azra, konsep pendidikan Islam menyangkut tiga hal penting: 1. tujuan pendidikan Islam; 2. kurikulum pendidikan Islam; 3. demokratisasi pendidikan Islam. Kemudian, modernisasi pendidikan Islam berkaitan dengan: 1. Input dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan. 2. Ideologi normatif; 3. Mobilisasi politik; 4. Mobilisasi ekonomi; 5. Mobilisasi sosial; 6. Mobilisasi kultur. Selanjutnya, pendidikan Islam memperhatikan: 1. Output bagi masyarakat. 2. Perubahan sistem nilai; 3. Output politik; 4. Output ekonomi; 5. Output social; dan 6. Output kultural. Maka, relevansi pemikiran Azra tentang modernisasi pendidikan Islam dengan pendidikan nasional adalah bahwa pendidikan agama Islam merupakan kurikulum wajib untuk diberikan. Jika pendidikan agama Islam tidak diberikan, berarti tujuan pendidikan nasional tidak akan pernah tercapai secara maksimal.